IELC kids student in front of class with teacher

Welcome, Teachers!

Dari ruang-ruang kelas yang riuh dan sarat cerita, para pendidik menghadapi tantangan penting: mempersiapkan siswa untuk dunia yang terus berubah, tak terduga, dan dipenuhi dengan informasi.

Meskipun penting untuk menanamkan pengetahuan akademik tradisional, ada penekanan yang semakin meningkat pada keterampilan lain yang tak kalah pentingnya, teachers pasti telah menduganya. Tepat sekali! berpikir kritis.

Tapi bagaimana cara mengajarkan siswa berpikir kritis?

Bagaimana kita memastikan bahwa mereka tidak hanya menghafal, tetapi benar-benar memahami dan merenungkan?

Mari kita eksplorasi bersama strategi dan teknik yang bisa digunakan setiap guru untuk Menumbuhkan pemikiran kritis siswa dengan menyenangkan. Menyiapkan para pemikir, penanya dan inovator sejati!

1. Teknik bertanya

Mari hadapi kenyataan: pertanyaan yang diajukan di dalam kelas dapat membangkitkan rasa ingin tahu sekaligus juga meredamnya. Dan sebagai pendidik, kita menginginkan yang pertama, bukan begitu? Jadi, dari mana seharusnya kita memulainya?

  • Open-ended questions (pertanyaan terbuka)

Ingat kembali ke waktu ketika seseorang mengajukan pertanyaan yang membuat kita berhenti sejenak untuk merenung, bukan hanya mengingat fakta. Itulah keajaiban dari pertanyaan terbuka. Mereka tidak hanya meminta jawaban; mereka mengundang pemikiran, diskusi, bahkan debat.

Dengan mengajukan pertanyaan yang memungkinkan berbagai jawaban, kita memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyatakan, membahas, dan menguatkan pendapat mereka, sekaligus melatih keterampilan analitis mereka.

  • Socratic questioning 

Berasal dari Yunani kuno, metode ini tetap relevan hingga saat ini. Seni bertanya Sokratik mendorong siswa tidak hanya untuk menjawab, tetapi juga untuk menyelami pikiran mereka secara mendalam. Mendorong mereka untuk menjelaskan, membenarkan, dan terkadang bahkan mempertimbangkan ulang respons awal mereka.

Dengan mendorong siswa untuk menjelajahi asumsi mereka dan validitas ide-ide mereka, kita tidak hanya mengajari mereka untuk menjawab. Kita mengajari mereka untuk berpikir, merenung, dan memahami “mengapa” di balik jawaban mereka.

2. Mendorong rasa ingin tahu

Di dalam hati setiap siswa terdapat rasa ingin tahu yang naluriah, keinginan yang tidak terpadamkan untuk memahami dunia. Sebagai pendidik, itu adalah hak istimewa dan tanggung jawab kita untuk mengembangkan rasa ingin tahu alami ini!

Salah satu cara yang sangat efektif untuk melakukannya adalah dengan memberikan siswa  kesempatan untuk memimpin dengan pertanyaan mereka sendiri. Ketika seorang anak mengajukan pertanyaan, itu adalah cerminan langsung dari minat dan semangat mereka untuk belajar. Dengan mengakui dan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan ini, kita tidak hanya mengakui minat mereka tetapi juga membuka jalan untuk pengalaman belajar yang lebih dalam dan bermakna.

Namun, perjalanan tidak berhenti di situ!

Saat kita membuka pintu bagi pertanyaan mereka, sama pentingnya untuk memperluas pandangan mereka dengan memasukkan peristiwa-peristiwa dan isu-isu dunia nyata ke dalam dialog kelas. Itu adalah sinergi antara rasa ingin tahu pribadi dan relevansi dunia nyata yang benar-benar memicu gairah belajar sepanjang hidup.

3. Mengajarkan metakognisi

Ketika kita menjelajahi seni mengajar, ada suatu wilayah yang menarik namun sering terabaikan: metakognisi.

Pada dasarnya, metakognisi adalah tentang memikirkan pemikiran kita sendiri. Meskipun mungkin terdengar agak abstrak pada awalnya, ini adalah keterampilan transformatif yang dapat secara drastis meningkatkan perjalanan belajar seorang siswa!

Bayangkan seorang siswa tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi berhenti sejenak untuk merenungkan proses berpikirnya, strategi yang mereka gunakan, dan jalur yang mereka pilih. Dengan mendorong tingkat introspeksi ini, kita memberdayakan mereka untuk mengevaluasi kelebihan dan kelemahan dari argumen dan pendekatan mereka sendiri.

Sebagai contoh, setelah sebuah debat kelompok atau presentasi, daripada langsung melanjutkan ke topik berikutnya, alokasikan beberapa saat bagi siswa untuk merenung. Biarkan mereka bertanya pada diri sendiri: “Mengapa saya memilih jalur argumen tersebut? Apakah ada cara yang lebih meyakinkan untuk menyampaikan pendapat saya? Apakah ada kesenjangan dalam penalaran saya?”

Praktik introspeksi ini tidak hanya mengasah keterampilan analitis mereka tetapi juga menanamkan rasa memiliki dan perbaikan terus-menerus dalam pembelajaran mereka. Seiring berjalannya waktu, momen-momen refleksi diri ini menjadi naluri kedua bagi mereka, membentuk mereka menjadi pemikir yang lebih sadar, penuh pengertian, dan efektif.

4. Pemetaan konsep

Peta konsep memungkinkan kita untuk memvisualisasikan hubungan antara ide-ide berbeda atau informasi, dengan demikian memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik tertentu. Berikut adalah manfaat dari pemetaan konsep:

  • Mengidentifikasi hirarki: Peta konsep sering memiliki struktur hirarkis, membantu kita memahami ide-ide utama dari ide-ide sekunder atau tertiernya.
  • Menghubungkan titik-titik:  Pengetahuan bukan hanya tentang mempelajari fakta-fakta terisolasi; ini tentang memahami simfoni yang mereka ciptakan bersama. Dengan menghubungkan berbagai ide, peta konsep membuka jalan bagi sintesis informasi yang harmonis, memungkinkan wawasan baru muncul.
  • Meningkatkan ingatan dan proses pengingatan:  Sifat visual peta konsep dapat membantu pengguna mengingat dan mengambil informasi dengan lebih efektif.
  • Memperjelas ide:  Membuat peta konsep dapat mengungkap kesenjangan dalam pemahaman atau inkonsistensi dalam pemikiran seseorang.
  • Mendorong pembelajaran kolaboratif: Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk studi kelompok atau perencanaan proyek, memfasilitasi diskusi yang meningkatkan berpikir kritis.

5. Mendorong  variasi  perspektif

Bayangkan jika setiap cerita hanya memiliki satu sisi. Bosan, bukan?

Sekarang, terapkan pikiran itu dalam setting kelas. Ketika kita menyajikan siswa dengan masalah atau skenario, seringkali ada dorongan untuk membimbing mereka menuju jawaban ‘benar’. Tapi bagaimana jika kita mengubah pendekatan itu?

Bayangkan ini: Teachers menyajikan dilema di dalam kelas. Itu bisa menjadi situasi etika, peristiwa sejarah, atau konflik sastra. Alih-alih mencari jawaban ‘benar’, teachers mendorong siswa  untuk menjelajahi ‘banyak’ jawaban. Teachers mendorong mereka untuk menyelipkan diri ke dalam peran dan sudut pandang berbagai pemangku kepentingan yang terlibat, baik itu protagonis, antagonis, pengamat  atau bahkan lingkungan sekitarnya!

Pendekatan ini memberikan dampak luar biasa. Siswa mulai melihat nuansa, mempertanyakan bias mereka sendiri, dan, yang penting, membangun empati. Mereka akan memahami bahwa banyak cerita dirajut bersama untuk membentuk gambaran besar. Dan dengan melakukannya, mereka tidak hanya menjadi pemikir yang lebih tajam tetapi juga individu yang lebih baik hati.

6. Menganalisa asumsi

Pernah menonton salah satu film misteri di mana titik terang detektif seringkali berasal dari pertanyaan terhadap hal yang jelas? Begitulah kurang lebih cara memeriksa asumsi bekerja di dalam kelas.

Kita semua beroperasi berdasarkan asumsi tertentu, seringkali tanpa menyadarinya. Ini seperti jalan pintas mental – kita telah belajar sesuatu sebelumnya, jadi kita menganggapnya benar dalam konteks lain. Tapi di sinilah masalahnya: tidak semua jalan pintas menuju tujuan yang benar.

Di dalam kelas, siswa seringkali memulai penalaran atau membangun argumen mereka berdasarkan asumsi tertentu. Meskipun beberapa asumsi mungkin valid, yang lain bisa jauh dari kenyataan!

Jadi, mengapa tidak mengubah ini menjadi peluang belajar? Ketika mereka menyajikan argumen atau berbagi pemikiran mereka, dorong mereka dengan lembut. “Mengapa kalian berpikir demikian?” atau “Apakah mungkin ada kemungkinan itu ternyata tidak tepat?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mendorong mereka untuk melacak kembali, mengidentifikasi asumsi yang mendasarinya, dan menilai keabsahannya.

Keindahan latihan ini? Ini tidak hanya membuat mereka pemikir yang lebih baik; ini membuat mereka menjadi pemikir yang sadar. Mereka akan mulai mengenali bias-bias mereka sendiri, memahami dari mana keyakinan mereka berasal, dan menjadi lebih terbuka terhadap berbagai perspektif.

7. Mengajarkan literasi informasi

Dengan setiap gulir, klik, dan berbagi, siswa-siswa kita semakin tenggelam dalam pusaran informasi. Era digital adalah pisau bermata dua: sementara akses ke informasi tak tertandingi, begitu pula penyebaran informasi yang salah.

Di sinilah pentingnya mengajarkan literasi informasi menjadi sangat mendesak. Sebagai pendidik, ini lebih dari sekadar menyampaikan pengetahuan; namun juga membekali siswa-siswa kita dengan mata yang kritis. Bisakah mereka membedakan artikel yang berbasis penelitian dengan opini tanpa dasar? Apakah mereka memperhatikan sumber-sumber yang mereka andalkan, memastikan bahwa sumber-sumber tersebut kredibel dan tidak memihak?

Kita hidup di masa di mana ‘fake news’ adalah kekhawatiran nyata, dan dapat membedakan antara apa yang asli dan yang palsu dapat memiliki dampak mendalam pada pemahaman siswa terhadap dunia dan interaksinya dengan dunia tersebut! Dengan membekali siswa dengan keterampilan literasi informasi, kita membantu mereka memahami bahwa kebenaran bisa bersifat kompleks dan perlu didekati dengan pikiran yang kritis dan teliti. Ini juga membantu mereka menjadi konsumen informasi yang cerdas, yang sangat penting di dunia yang dipenuhi dengan informasi yang berlimpah.

8. Mendorong kreativitas

Ketika kita membicarakan tentang berpikir kritis, mudah untuk mengkategorikannya ke dalam logika murni, membedah argumen, atau menyorot kesalahan berpikir. Namun, aspek yang penuh warna sering terlupakan adalah ranah kreativitas. Setiap saat yang kita habiskan untuk mengajarkan siswa kita menganalisis, seharusnya juga ada saat di mana mereka didorong untuk menciptakan, berinovasi, dan membayangkan hal-hal baru.

Berpikir kritis dan kreativitas, meskipun terlihat berbeda, sebenarnya adalah dua sisi dari koin yang sama. Berpikir kritis menyiapkan dasar, menggali lebih dalam ke dalam masalah dan menjelajahinya dari segala sudut. Kemudian, kreativitas datang, menggunakan dasar yang telah disiapkan sebagai landasan peluncuran ke gagasan-gagasan baru, sudut pandang segar, dan wilayah-wilayah yang belum terjamah.

Setiap siswa memiliki sumber kreativitas, yang menunggu untuk dijelajahi. Peran kita sebagai pendidik adalah memberi mereka alat dan dorongan untuk membawa ide-ide inovatif mereka ke permukaan. Ini bisa berarti sesi brainstorming di dalam kelas, proyek-proyek yang out of the box bahkan tidak bermasa depan, atau sekadar dorongan untuk melihat topik yang familiar melalui sudut pandang yang baru.

Pada akhirnya, dengan menyatukan kreativitas ke dalam rangkaian berpikir kritis, kita tidak hanya menciptakan siswa yang bisa mengkritik dunia tetapi juga yang siap dan antusias untuk membentuk ulangnya. Mari berikan mereka ruang untuk melakukannya!

9. Menciptakan lingkungan yang aman & supportif

Jika kita benar-benar ingin mendorong pemikir kritis, pemikir yang tidak takut untuk menantang status quo, mengajukan pertanyaan sulit, dan menjelajahi wilayah-wilayah pikiran yang belum dikenal, pertama-tama kita perlu memberi mereka keyakinan bahwa mereka aman melakukannya!

Keyakinan ini muncul ketika mereka tahu bahwa kelas mereka adalah pelabuhan yang aman, tempat yang bebas dari ejekan, di mana kesalahan hanyalah batu loncatan menuju pembelajaran.

Dalam perjalanan mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada siswa, sebelum kita memperkenalkan mereka pada pertanyaan Sokratik atau pembelajaran berbasis masalah, langkah pertama kita selalu seharusnya adalah memastikan mereka berada di lingkungan di mana mereka bisa dengan bebas berekspresi, berdebat  dan bahkan tidak sependapat. Karena hanya ketika mereka merasa nyaman, mereka benar-benar bisa melepaskan kekuatan pikiran mereka!

Summary 

Berpikir kritis bukan hanya sekadar keterampilan; itu adalah seni, dan seperti semua seni, seni ini berkembang di ruang di mana ia dijaga dan dihargai. Sebelum pembahasan ini kita akhiri, mari selalu kita ingat bahwa pemikir, penanya, dan inovatorlah yang mendorong kemajuan.

Dengan memajukan keterampilan-keterampilan ini di kelas-kelas kita hari ini, kita sedang menyiapkan panggung untuk masa depan yang lebih kritis, analitik, berwawasan sekaligus penuh belas kasih!

Ingin berbahasa Inggris dengan lancar?

Kebanyakan orang di Indonesia malu bicara Bahasa Inggris di depan publik. Mereka takut salah dan tidak percaya diri saat harus bicara dalam Bahasa Inggris. 

Ini akibat dari pengajaran Bahasa Inggris yang salah!

Mereka tidak hanya kehilangan waktu dan uang, lebih parah lagi mereka mendapat dasar Bahasa yang salah yang susah diperbaiki. Akhirnya, mereka menjadi bosan dan kehilangan percaya diri. 

Ini adalah kesalahan yang fatal!

Kursus Bahasa Inggris #1 di Indonesia

Di IELC, kami mengajarkan Bahasa Inggris dengan cara yang benar supaya kamu dapat cepat berbicara dengan percaya diri dan lancar. Inilah keahlian yang kamu butuhkan untuk untuk memaksimalkan potensi dan meraih impian di masa depan.

Di lingkungan belajar modern kami, kamu akan merasa nyaman dan bebas untuk mengekspresikan diri. 

Jangan khawatir, guru kami akan membimbingmu di setiap langkah proses pembelajaran untuk memastikan kamu mendapat hasil pembelajaran yang terbaik. 

IELC adalah Kampus Bahasa Inggris #1 di Indonesia. Kami menyediakan kursus Bahasa Inggris untuk anak, remaja, dan dewasa sebagai berikut:

Baik secara online maupun on campus, kami akan memberimu keahlian yang kamu butuhkan di masa depan. Hubungi kami hari ini dan ambil langkah pertama untuk menjadi lancar dan percaya diri.

Salam,

IELC Academic Director